Jumat, 11 Januari 2013

Penyimpangan Praktek Ekonomi yang Dilakukan Oleh Gayus Tambunan


Nama   : Khairotul Munawwaroh
Kelas   : 4EB01 (3EB02)
Npm    : 23210880


REPUBLIKA.CO.ID,Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar keterangan pers atas hasil analisis mereka terhadap penanganan kasus Gayus Tambunan. ICW menemukan setidaknya ada 10 kejanggalan yang dalam penanganan kasus Gayus:
1.Gayus Dijerat bukan pada kasus utama (main case) yakni kepemilikan rekening 28 M, namun pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000. Berdasarkan analisis ICW, pemilihan kasus PT SAT diduga skenario Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk “menghindari” simpul besar kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi di institusi Kepolisian dan Kejaksaan Agung.  Kasus PT SAT amat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus Gayus, yakni kepemilikan rekening  Rp 28 M milik.
2. Polisi menyita save deposit  milik  Gayus Tambunan sebesar Rp 75 M milik Gayus. Namun hingga saat ini, kelanjutan pemeriksaan atas rekening lain milik Gayus tidak jelas. Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar.
3. Kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan ( KPC, Arutmin dan Bumi Resource). Padahal Gayus di persidangan, telah mengakui menerima 3 juta dolar AS dari hasil membereskan masalah pajak tiga perusahaan tersebut. Menurut ICW, belum cukupya alat bukti guna memproses hukum tiga perusahaan tersebut adalah alasan yang mengada-ada.
4. Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi Kepolisian yang pernah disebut-sebut keterlibatannya oleh Gayus seperti Edmon Ilyas, Pambudi Pamungkas, Eko Budi Sampurno, Raja Erizman, belum juga diproses. Pihak kepolisian melokalisir kasus ini hanya sampai kepada perwira menengah dan terkesan melindungi keterlibatan para Perwira Tinggi. Padahal dalam kesaksiaan Gayus, ia mengeluarkan uang sebesar 500 ribu dolar AS  yang diserahkan melalui penngacara Gayus,  Haposan Hutagalung kepada Perwira Tinggi Kepolisian agar pemblokiran rekening uang dibuka.
5. Kepolisian menetapkan Gayus Tambunan, Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, atasan Gayus yang sesunggunya memiliki tanggungjawab lebih besar tidak dijerat oleh Kepolisian. Selain tiga nama tersangka tersebut, dalam SK Direktorat Jenderal Pajak No: KEP-036/PJ.01/UP.53/2007 tentang Petugas Penelaah Keberatan PT SAT paling tidak ada dua nama yang seharusnya bertanggungjawab, yakni: Kepala Sub Direktorat Pengurangan dan Keberatan, Johny Marihot Tobing dan Direktur Keberatan dan Banding, Bambang Heru Ismiarso.
6. Pada tanggal 10 Juni 2010, Mabes Polri menetapkan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka dugaan peyuapan dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan. Namun, tiba-tiba status Cirus berubah menjadi saksi. Perubahan status ini dicurigai sebagai bentuk kompromi antarpenegak hukum untuk menjerat pihak-pihak yang sebenarnya diduga terlibat.
7. Kajaksaan Agung melaporkan jaksa Cirus ke Kepolisian terkait bocornya rencana penuntutan (rentut),  bukan karena kasus dugaan suap Rp 5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pasal pencucian uang dalam dakwaan pada kasus sebelumnya. Langkah ini diduga sebagai siasat untuk melokalisir permasalahan dan  “mengorbankan” Cirus seorang diri.
8. Direktorat Jenderal Pajak terkesan enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga pernah menyuap Gayus karena belasan menunggu novum (bukti) baru. ICW  menilai alasan Ditjen Pajak mengada-ada. Pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3 juta dolar AS yang diperoleh dari perusahaan KPC, Arutmin dan Bumi Resource bisa dijadikan sebuah alat bukti karena disampaikan di dalam persidangan.
9. Gayus keluar dari Mako Brimob dan pelesiran ke Bali dengan menggunakan identitas palsu. Kepergian Gayus ke Bali setidaknya menunjukkan dua hal: Pertama, institusi ini tidak serius untuk mengungkap kasus Gayus hingga tuntas sampai kepada dalang sesungguhnya. Yang ada justru penegak hukum dengan begitu mudahnya untuk disuap. Selain itu, kepolisian belum tuntas untuk mencari persembunyian harta Gayus. konsekuesinya ia dengan begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum. Kedua, Gayus memiliki posisi tawar kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima suap atau menerima servis selama ia menjadi pegawai pajak.
10. Polri menolak kasus Gayus diambil alih oleh KPK.  Padahal kepolisian terlihat tidak serius menangani kasus ini. Yang terjadi justru kepolisian melokalisir kasus ini pada pada perwira menengah saja, melindungi petinggi kepolisian, hingga kejadian terbaru  yakni aksi pelesiran Gayus.

Kronologi Kasus Gayus

Tudingan adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan kasus money laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan semakin melebar. Tak hanya Polri dan para penyidiknya, Kejaksaan Agung dan tim jaksa peneliti pun turut gerah dengan tudingan Susno Duadji yang mulai merembet ke mereka. Mereka (tim jaksa peneliti) pun bersuara mengungkap kronologis penanganan kasus Gayus, berikut adalah kronologis versi tim peneliti kejaksaan agung.
Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Polri, diungkapkan Cirrus Sinaga, seorang dari empat tim jaksa peneliti, lantas melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
            Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. “Karena Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp.25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp.25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus.
“Ada perjanjian tertulis antara terdakwa dan Andi Kosasih. Ditandatangani 25 Mei 2008,” kata dia. Menurut Cirrus keduanya awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian keduanya berteman karena sama-sama besar, tinggal dan lahir di di Jakarta Utara. Karena pertemanan keduanya, Andi lalu meminta gayus untuk mencarikan tanah dua hektar guna membangun ruko di kawasan Jakarta Utara.
Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi, dikatakan Cirus baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$ 900.000 US dolar, kemudian 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, lalu pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000.
“Andi menyerahkan uang karena dia percaya dengan Gayus. Sementara untuk money laundringnya, dikatakan Cirrus itu hanya tetap menjadi dugaan sebab Pusat pelaporan analisis dan transaksi keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat membuktikan uang senilai Rp 25 milliar itu merupakan uang hasil kejahatan pencucian uang (money laundring). PPATK sendiri telah dihadirkan dalam kasus itu sebagai saksi. Dalam proses perkara itu, PPATK tidak bisa membuktikan transfer rekening yang yang diduga tindak pidana.
Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga adanya aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik Gayus. Uang itu diketahui berasal dari dua transaksi dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 1 September 2007 sebesar Rp 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp 200 juta.
Setelah diteliti dan disidik, uang itu diketahui bukan merupakan korupsi dan money laundring juga. “Bukan korupsi, bukan money laundering, tapi penggelapan pajak murni. Itu uang untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Tapi setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak tahu berada di mana. Tapi uang masuk ke rekening Gayus. Tapi ternyata dia nggak urus (pajaknya). Uang itu tidak digunakan dan dikembalikan, jadi hanya diam di rekening Gayus.
Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan kemudian menyita uang senilai Rp 370 juta itu. Dalam petunjuknya itu, jaksa peneliti juga meminta penyidik Polri menguraikan di berkas acara pemeriksaan (BAP) keterangan itu beserta keterangan tersangka (Gayus T Tambunan).
Dugaan penggelapan yang dilakukan Gayus itu, diungkapkan Cirrus terpisah dan berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus money laundring, penggelapan dan korupsi senilai Rp 25 milliar yang semula dituduhkan kepada Gayus. Cirrus dan jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal Rp 25 milliar lainnya dari transaksi Roberto Santonius, yang merupakan seorang konsultan pajak. Kejaksaan pun tak menyinggung apakah mereka pernah memerintahkan penyidik Polri untuk memblokir dan menyita uang dari Roberto ke rekening Gayus senilai Rp 25 juta itu.
Sebelumnya, penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi yang berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp 25 juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp 370 juta. Transaksi itu terjadi pada 18 Maret, 16 Juni, dan 14 Agustus 2009.
Uang senilai Rp 395 juta itu disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus itu. Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus T Tambunan. PPATK pun meminta Polri menelusurinya.
Kembali ke kasus, berkas Gayus pun dilimpahkan ke pengadilan. “Jaksa lalu mengajukan tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun,”. Dari pemeriksaan atas pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada "guyuran" sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar.
Diduga gara-gara itulah Gayus terbebas dari hukuman. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, 12 Maret lalu, Gayus, yang hanya dituntut satu tahun percobaan, dijatuhi vonis bebas. "Mengalirnya (uang) belum kelihatan ke aparat negara atau ke penegak hukum," kata Yunus.
Namun, anehnya penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju kepersidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas. “Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Tapi kami akan ajukan kasasi,” tandas Cirrus. Sosok Gayus dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam kasus dugaan makelar kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Ditjen Pajak. Belum diketahui apakah Gayus melarikan diri lantaran takut atau ada tangan-tangan pihak tertentu yang membantunya untuk kabur supaya kasus yang membelitnya tidak terbongkar sampai ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum meyakini kasus Gayus HP Tambunan bukan hanya soal pidana pengelapan melainkan ada juga pidana korupsi dan pencucian uang. Gayus diketahui kini berada di Singapura. Dia meninggalkan Indonesia pada Rabu 24 Maret 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia pernah memberikan keterangan kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan melibatkan sekurangnya 10 rekannya.
Imigrasi Belum Endus Posisi Gayus, Gayus Tambunan hengkang ke Singapura pada Rabu 24 Maret. Namun posisi pastinya saat ini belum terendus. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan kasus markus pajak dengan aktor utama Gayus Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim. Satgas menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh masing-masing institusinya, koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut terus dilakukan bersama Satgas. Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji akan melakukan proses internal.Kasus ini merupakan sindikasi (jaringan) antar berbagai lembaga terkait.
Perkembangan selanjutnya kasus ini melibatkan susno duadji, Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen Raja Erisman. setelah 3 kali menjalani pemeriksaan, Susno menolak diperiksa Propam. Sebabnya, dasar aturan pemeriksaan sesuai dengan Pasal 45, 46, 47, dan 48 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 25 Perpres No I Tahun 2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan, harus diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Komisi III DPR Siap Beri Perlindungan Hukum untuk Susno.
Pada tanggal 30 Maret 2010, Polisi telah berhasil mendeteksi posisi keberadaan Gayus di negara Singapura dan kini tinggal menunggu koordinasi dengan pihak pemerintah Singapura untuk memulangkan Gayus ke Indonesia. Polri mengaku tidak akan seenaknya melakukan tindakan terhadap Gayus meski yang bersangkutan telah diketahui keberadaannya di Singapura.
Pada tanggal 31 Maret 2010, tim penyidik Divisi Propam Polri memeriksa tiga orang sekaligus. Selain Gayus Tambunan dan Brigjen Edmond Ilyas, ternyata Brigjen Raja Erisman juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim berbeda. Tim pertama memeriksa berkas lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua memeriksa adanya keterlibatan anggota polri dalam pelanggaran kode etik profesi, dan tim ketiga menyelidiki keberadaan dan tindak lanjut aliran dana rekening Gayus.
Pada tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus, seorang jenderal bintang tiga di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus P Tambunan dan seseorang bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, dari Rp24 milliar yang digelapkan Gayus, Rp11 milliar mengalir ke pejabat kepolisian, Rp5 milliar ke pejabat kejaksaan dan Rp4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir ke para pengacara..
Efek berantai kasus Gayus juga menyentuh istana. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Satgas Anti Mafia Hukum untuk mengungkap kembali kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). SBY menduga dalam kasus tersebut terdapat mafia hukum.
            Sumber: www.republika.co.id
Review:
Pada prinsipnya, dalam kasus ini banyak ketidak terbukaan yang dilakukan oleh pihak Polri. Banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam kasus ini dikarenakan pihak kepolisian yang menurut saya banyak yang menjadi oknum dalam kasus ini. Polri menolak kasus Gayus diambil alih oleh KPK.  Padahal kepolisian terlihat tidak serius menangani kasus ini. Yang terjadi justru kepolisian melokalisir kasus ini pada pada perwira menengah saja, melindungi petinggi kepolisian
Selain itu, Gayus sendiri juga tidak menjalankan prinsip kerahasiaan terhadap dokumen Negara tetapi malah merahasiakan para pejabat yang tersangkut kedalam kasus penggelapan pajak ini sehingga kasus ini tidak terbongkar sampai ke akarnya. Akan ada banyak pihak yang terlibat dan menjadi tersangka jika kasus ini dibongkar sampai ke akar.
Pendapat saya mengenai kasus ini:
Sebagai professional dalam menjalankan tugas sebagai pegawai pajak, seharusnya Gayus bisa bertanggung jawab kepada semua masyarakat, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab dalam profesinya karena pajak dibayarkan oleh masyarakat. Seharusnya ia bisa bertindak dalam pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalismenya.
Setiap pekerja pajak seharusnya bisa konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat merusak profesi. Dalam kasus ini, profesi pegawai pajak menjadi tercoreng nama baiknya karena opini masyarakat terhadap Dirjen Pajak dan profesi pekerja pajak menjadi negatif.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pekerja pajak, seharusnya Gayus bisa bertindak sesuai dengan kehati-hatian dan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas yang sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas, tidak subjektif seperti yang sudah ia lakukan saat ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar