Pengertian Sengketa
Pengertian
sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik,
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu Winardi mengemukakan : Pertentangan atau konflik yang terjadi
antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau
kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat
hukum antara satu dengan yang lain.
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian
sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau
peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1
(Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan)
Tujuan memperkarakan
suatu sengketa:
1.
adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2.
dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Negosiasi (perundingan)
Perundingan
merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
Mediasi
Mediasi
adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan menggunakan phak ketiga.
Peranan pihak ketiga tersebut adalah dengan melibatkan diri untuk membantu
parapihak mengidentifikasi masalah-masalah yang di sengketakan dan
mengembangkan proposal. Peroposal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan untuk menyelesakan masalah sengketa tersebut.
Arbitrasi
Arbitrasi
adalah suatu bentuk diluar badan peradilan resmi yang dibentuk dan
diselenggarakan berdasarkan bentuk sukarela dan itikad baik dari para pihak
yang berselisih atau yang bersangkutan tersbut di selesaikan oleh hakim (para
ahli) yang merea tunjuk sendiri dengan ketentuan bahwa putusan yang diambil
oleh hakim atau para hakim tersebut merupakan putusan pada tingkat terakhir dan
mengikat para pihak.
Perbandingan antara
perundingan, arbitrase, dan ligitasi
Untuk Perundingan:
1.
yang mengatur ialah para pihak itu sendiri
2.
prosedurnya informal
3.
jangka waktunyan 3-6 minggu
4.
biayanya murah
5.
aturan pembuktianya tidak perlu
Untuk Arbitrasi
1.
yang mengatur ialah arbiter
2.
prosedurnya agak formal sesuai dengan rule
3.
jangka waktunya agak cepat
4.
biayanya terkadang sangat mahal
5.
pembktianya agak formal
Untuk Ligitasi
1.
yang mengatur ialah hakim
2.
prosedurnya sangat formal
3.
jangka waktunya lama
4.
biayanya sangat mahal
5.
pembuktianya sangat formal
Cara-Cara Penyelesaian
Sengketa
A. Cara-cara
penyelesaian sengketa ekonomi
Suatu
konflik atau sengketa tidak akan selesai sampai konflik atau sengketa tersebut
terselesaikan. Sebenarnya penyelesaian sengketa secara damailah yang
diinginkan. Dimana bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan kekerasan atau
peperangan dalam suatu persengketaan antar individu,kelompok,organisasi,lebaga
bahkan antar negara sekalipun. Namun dengan cara perdamaian haruslah dengan
hati yang lapang menerima segala kesepakatan yang disetujui. Dan dengan cara
damai haruslah adil dimana yang berhak mendapatkan dialah yang berhak
mendapatkan, dan yang tidak berhak mendapatkan haruslah menerima kalau hal yang
dipermasalahkan bukan mmenjadi haknya. Penyelesaian sifatnya adalah segera.
Karena jika tidak segera ditanggapi dengan tanggap maka permasalahan atau
sengketa akan semakin memuncak. Dimana masalah bisa menjadi semakin besar
dan mengakibatkan adanya kekerasan diantara kedua belah pihak tersebut.
Menurut
pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan). Jelas sekali dalam undang-undang
sudah tercantum pasal mengenai perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama
yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Yang jelas kita lihat adalah koperasi
dimana koperasi menggunakan asas kekeluargaan. Dan banyak pula kita jumpai
perusahaan besar yang dalam operasi usahanya menggunakan jenis koperasi. Dimana
segala sesuatunya dijalankan bersama dan dengan asas kekeuargaan. Tak heran
jika perusahaan tersebut sukses besar. Karenan dengan asas kekeluargaan semua
dibicarakan dengan adanya saling menghormati dan menghargai pendapat, hak dan
kewajiban masing-msing anggotanya. Nah kita kembali ke topik bahasan,
penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui berbagai macam cara. Cara-cara
tersebut diantaranya sebagai berikut:
1.
Negosiasi (perundingan)
Perundingan
merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, tidak melibatkan pihak ketiga, dan diantara
keduanya tidak ada lagi berselisih paham setelah mendapatkan keputusan
penyelesaian sengketanya, serta keduanya saling menerima kesepakatan yang
diambil tanpa ada paksaan dari pihak manapun, dimana keduanya tidak ada yang
merasa dirugikan.
2.
Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan
dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak keduanya dimaksud untuk mencari
fakta.
Hal
ini bisa kita sebut misalnya melalui kepolisian, dimana akan dikupas tuntas, diselidiki
hingga ketemu akar masalahnya. Dan fakta yang benar itulah yang benar dan harus
diterima oleh kedua belah pihak.
Selain
itu, contoh yang bisa kita ambil adalah dalam sengketa perebutan anak. Dimana
siapa yang menjadi orang tua kandungnya. Hal ini bisa meminta pihak
ketiga(pihak rumah sakit) untuk melakukan tes DNA. Dimana hasil yang keluar
dari pihak rumah sakit menjadi bukti dari sengketa tersebut yang kemudian untuk
dijadikan penyelesaiannya..
3.
Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak
ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat
menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Bisa
kita ambil contoh kedua pihak yang bersengketa sudah tidak bisa mengatasi
masalahnya atau sudah bosan menghadapinya, oleh karena itu mereka
menggunakan jasa seperti pengacara. Dalam hal ini pihak yang bersengketa
memberikan kuasa kepada jasa yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa
tersebut. Sering kita sebut pengacara. Dimana pengacara mencari bukti kebenaran
yang memihak kepada yang memberi perintah namun tetap mematuhi peraturan
undang-undang yang berlaku. Selain itu juga bisa kita ambil contoh, klien atau
yang bersengketa misalkan saja mengurus atau menyelesaikan kasusnya ke dinas
pemerintahan yang mengurus masalah hak milik tanah dan bangunan. Disini
pemerintah akan berusaha untuk mencari kebenaran yang ada tanpa menyembunyikan
fakta sekecil apapun. Hasil yang dicapai tentu harus diterima kedua pihak yang
bersengketa.
Penyelesaian perkara
perdata melalui sistem peradilan:
1.
Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan
kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya. Yang dimaksudkan disini, karena
dengan kekayaan orang tersebut dapat menyuap jaksa atau bahkan dapat memanipulasi
data.
2.
Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens)
untuk perkara di pengadilan. Disini orang besar atau orang kaya dengan
kekuasaan mereka serta kepandaiannya mereka mengerti akan prosedur yang harus dilalui,
jauh dengan kalangan rakya biasa yang tidak mengerti atau kekurang pahaman
mereka akan setiap prosedur, dengan kekurang pahaman kalangan biasa hal ini
bisa sangat mudah mereka dibohongi oleh kalangan besar dengan manipulasi data
atau fakta yang sesungguhnya terjadi.
Tujuan memperkarakan
suatu sengketa:
1.
Untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
kenapa suatu konflik
diperkarakan, karena keduanya sama-sama menginginkan ap yang diperebutkan itu
menjadi miliknya. Oleh karenanya mereka memperkarakan suatu sengketa dan
mencari pemecahannya yang menurut mereka itu adil.
2.
Pemecahannya
harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Yang dimaksud adalah
karena kedua belah pihak sudah lama menunggu suatu konflik yang telah
berkepanjangan ini segera usai. Oleh karena itu kedua belah pihak
memperkarakan dengan melaporkan kepada polisi atau pengacara atau dengan
penyelidikan bermaksud untuk lebih cepat mendapatkan hasil yang diperkarakan..
Selain dari pada itu
berperkara melalui pengadilan:
Memperkarakan
sengketa melalui pengadilan justru akan membuat semakin lama karena begitu
banya prosedur yang harus diikuti. Selain itu juga dalam pengadilan prosesnya
lebih dan sangat forma. Disamping biaya yang sangat tinggi karena harus
membayar administrasi dan pengacara yang super mahal, memperkarakan melalui
pengadilan justru secara umum tidak dianggap dan kurang memberi kesempatan yang
wajar bagi yang rakyat biasa. Berikut lebih ringkasnya dari penjelasan
barusan :
1.
Lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2.
Biaya tinggi (very expensive),
3.
Secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4.
Kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
Sistem Alternatif Yang
Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi adalah salah satu alternatif
yang dikembangkan. Selain sistem Mediation sistem yang dikembangkan diantaranya
adalah Sistem Minitrial, Sistem Concilition, Sistem Adjudication, Sistem
Arbitrase.
Mediasi
merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas
cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di
pengadilan). Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui
penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian
sengketa melalui mediator (penengah). Mediatornya disini kita sebut saja
misalnya pengadilan. Dimana dengan sistem ini kedua pihak yang
bersengketa datang bersama secara pribadi saling berhadapan antara satu dengan
yang lain. Kedua pihak berhadapan langsung dengan mediator dimana mediator
merupakan pihak ke tiga dimana mediator disini tidak memihak pihak manapun bisa
dikatakan pihak ke tiga atau mediator haruslah netral.
Dari
uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa Peran dan fungsi mediator adalah
membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka
sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah
compromise atau kompromi di antara kedua pihak. Dalam mencari kompromi, mediator
memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari
kemenangan. Karena apabila hal tersebut terjadi keduanya hanya akan terjebak,
pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari
kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have
may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no
the way). Ya, untuk apa kita menggunakan mediator kalau kedua pihak tidak
mengikuti prosedur yang ada. Jika diibaratkan, untuk apa kita menggunakan jasa
perahu kalau kedua pihak bermaksud mendapatkan keuntungan lebih dengan berenang
sehingga lebih cepat untuk mendapatkan ikan. Cara dan sikap yang seperti itu,
bertentangan dengan asas mediasi. Mediasi bertujuan untuk mencapai kompromi
yang maksimal. sedangkan kompromi sendiri, kedua pihak sama-sama menang atau
win-win, oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada
yang menang mutlak.
Manfaat yang paling
menonjol, antara lain:
1.
Penyelesaian cepat terwujud (quick).
2.
Biaya Murah (inexpensive)
3.
Bersifat Rahasia (confidential)
4.
Bersifat Fair dengan Metode Kompromi
5.
Hubungan kedua belah pihak kooperatif.
6.
Hasil yang dicapai WIN-WIN
7.
Tidak Emosional.
b). Sistem Minitrial
Sistem
yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di
Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama
di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling
mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1.
setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2.
sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat
diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
c). Sistem Concilition
Konsolidasi
(conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk
ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena
itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix
arbitration, yang berarti:
1.
pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim
bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai.
2.
setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim
untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan
tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan
yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas
saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui
perdamaian di muka hakim.
Lain
halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific
seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem
konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari
penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
Di
negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian
mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1.
pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2.
kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3.
ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui
konsolidasi,
4.
keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang,
setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung
diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal.
Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di
pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka
lebih suka
mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke
pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan
kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai
the first resort.
Biasanya
lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase,
arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak
sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang
bersangkutan. Sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya
meliputi sengketa bisnis. Hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution,
bukan putusan atau award (verdict). Oleh karena itu, hasil penyelesaian yang
berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dengan demikian,
walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak,
apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta
eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya
harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
d). Sistem Adjudication
Sistem
Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang
baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika
dan Hongkong.
Secara
harafiah, pengertian "ajuddication" adalah putusan. Dan memang
demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang
untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka, orang yang
diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator, dan dia berperan dan
berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge), oleh karena itu, dia diberi
hak mengambil putusan (give decision).
Pada
prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah
sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang
dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh
seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang
dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong
misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui
lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai
kontruksi lapangan terbang.
Proses
penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul
sengketa para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication berdasar
persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar
profesional, dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan
(authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang
mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party), sebelum mengambil
keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik
secara terpisah maupun secara bersama-sama.
e). Sistem Arbitrase
Mengenai
arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada
tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai
salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam
adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang
arbitrase.
Di
Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian,
umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh
karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika
dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang
banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain
tadi, seperti sederhana dan cepat (informal dan quick), prinsip konfidensial,
diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara
profesional.
Namun,
demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental,
sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau
adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat
dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1.
Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan
penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan.
Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang
jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan
ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari:
a.
Biaya administrasi
b.
Honor arbitrator
c.
Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator
d.
Biaya saksi dan ahli.
Komponen
biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada
biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh
dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2.
Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian
sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion
quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi
adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase
dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan
waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi
timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati
atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian
bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut
antara lain:
1.
Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2.
dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan
administratif;
3.
para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, jujur dan adil;
4.
para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta
proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5.
putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui
tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara
garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam
3 (tiga) golongan, yaitu:
1.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung
(negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan
konsiliasi),
2.
Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun
internasional.
3.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc
yang terlembaga.
Arbitrase
secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata,
namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan
sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1.
Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact)
yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang
tinggi.
2.
Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana
halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau
aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3.
Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question
of fact and law).
Sumber :
http://gemaisgery.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar