Nama : Khairotul Munawwaroh
Kelas : 4EB01 (3EB02)
Npm : 23210880
REPUBLIKA.CO.ID,Indonesia
Corruption Watch (ICW) menggelar keterangan pers atas hasil analisis mereka
terhadap penanganan kasus Gayus Tambunan. ICW menemukan setidaknya ada 10
kejanggalan yang dalam penanganan kasus Gayus:
1.Gayus Dijerat
bukan pada kasus utama (main case) yakni kepemilikan rekening 28 M, namun pada
kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000. Berdasarkan analisis ICW,
pemilihan kasus PT SAT diduga skenario Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk
“menghindari” simpul besar kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi
di institusi Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Kasus PT SAT amat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus Gayus,
yakni kepemilikan rekening Rp 28 M
milik.
2. Polisi
menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75 M milik Gayus.
Namun hingga saat ini, kelanjutan pemeriksaan atas rekening lain milik Gayus
tidak jelas. Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal
jauh lebih besar.
3. Kepolisian
masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan ( KPC, Arutmin dan Bumi
Resource). Padahal Gayus di persidangan, telah mengakui menerima 3 juta dolar
AS dari hasil membereskan masalah pajak tiga perusahaan tersebut. Menurut ICW,
belum cukupya alat bukti guna memproses hukum tiga perusahaan tersebut adalah
alasan yang mengada-ada.
4. Kompol Arafat
dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi Kepolisian yang
pernah disebut-sebut keterlibatannya oleh Gayus seperti Edmon Ilyas, Pambudi
Pamungkas, Eko Budi Sampurno, Raja Erizman, belum juga diproses. Pihak
kepolisian melokalisir kasus ini hanya sampai kepada perwira menengah dan
terkesan melindungi keterlibatan para Perwira Tinggi. Padahal dalam kesaksiaan
Gayus, ia mengeluarkan uang sebesar 500 ribu dolar AS yang diserahkan melalui penngacara
Gayus, Haposan Hutagalung kepada Perwira
Tinggi Kepolisian agar pemblokiran rekening uang dibuka.
5. Kepolisian
menetapkan Gayus Tambunan, Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manulung
sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, atasan Gayus yang sesunggunya
memiliki tanggungjawab lebih besar tidak dijerat oleh Kepolisian. Selain tiga
nama tersangka tersebut, dalam SK Direktorat Jenderal Pajak No:
KEP-036/PJ.01/UP.53/2007 tentang Petugas Penelaah Keberatan PT SAT paling tidak
ada dua nama yang seharusnya bertanggungjawab, yakni: Kepala Sub Direktorat
Pengurangan dan Keberatan, Johny Marihot Tobing dan Direktur Keberatan dan
Banding, Bambang Heru Ismiarso.
6. Pada tanggal
10 Juni 2010, Mabes Polri menetapkan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang
sebagai tersangka dugaan peyuapan dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan
Gayus Tambunan. Namun, tiba-tiba status Cirus berubah menjadi saksi. Perubahan
status ini dicurigai sebagai bentuk kompromi antarpenegak hukum untuk menjerat
pihak-pihak yang sebenarnya diduga terlibat.
7. Kajaksaan
Agung melaporkan jaksa Cirus ke Kepolisian terkait bocornya rencana penuntutan
(rentut), bukan karena kasus dugaan suap
Rp 5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pasal pencucian uang dalam
dakwaan pada kasus sebelumnya. Langkah ini diduga sebagai siasat untuk
melokalisir permasalahan dan
“mengorbankan” Cirus seorang diri.
8. Direktorat
Jenderal Pajak terkesan enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga
pernah menyuap Gayus karena belasan menunggu novum (bukti) baru. ICW menilai alasan Ditjen Pajak mengada-ada.
Pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3 juta dolar AS yang diperoleh dari
perusahaan KPC, Arutmin dan Bumi Resource bisa dijadikan sebuah alat bukti
karena disampaikan di dalam persidangan.
9. Gayus keluar
dari Mako Brimob dan pelesiran ke Bali dengan menggunakan identitas palsu.
Kepergian Gayus ke Bali setidaknya menunjukkan dua hal: Pertama, institusi ini
tidak serius untuk mengungkap kasus Gayus hingga tuntas sampai kepada dalang
sesungguhnya. Yang ada justru penegak hukum dengan begitu mudahnya untuk
disuap. Selain itu, kepolisian belum tuntas untuk mencari persembunyian harta
Gayus. konsekuesinya ia dengan begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum.
Kedua, Gayus memiliki posisi tawar kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima
suap atau menerima servis selama ia menjadi pegawai pajak.
10. Polri
menolak kasus Gayus diambil alih oleh KPK.
Padahal kepolisian terlihat tidak serius menangani kasus ini. Yang
terjadi justru kepolisian melokalisir kasus ini pada pada perwira menengah
saja, melindungi petinggi kepolisian, hingga kejadian terbaru yakni aksi pelesiran Gayus.
Kronologi
Kasus Gayus
Tudingan
adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan kasus money
laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan semakin melebar.
Tak hanya Polri dan para penyidiknya, Kejaksaan Agung dan tim jaksa peneliti
pun turut gerah dengan tudingan Susno Duadji yang mulai merembet ke mereka.
Mereka (tim jaksa peneliti) pun bersuara mengungkap kronologis penanganan kasus
Gayus, berikut adalah kronologis versi tim peneliti kejaksaan agung.
Kasus
bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Polri, diungkapkan Cirrus Sinaga,
seorang dari empat tim jaksa peneliti, lantas melakukan penyelidikan terhadap
kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan
Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP).
Dalam berkas yang dikirimkan
penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi,
pencucian uang, dan penggelapan. “Karena Gayus seorang pegawai negeri dan
memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Seiring hasil penelitian jaksa,
hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat
dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan
uang senilai Rp.25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk
korupsinya, terkait dana Rp.25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam
penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus dengan
Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang senilai
hampir Rp.25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus.
“Ada
perjanjian tertulis antara terdakwa dan Andi Kosasih. Ditandatangani 25 Mei
2008,” kata dia. Menurut Cirrus keduanya awalnya berkenalan di pesawat.
Kemudian keduanya berteman karena sama-sama besar, tinggal dan lahir di di
Jakarta Utara. Karena pertemanan keduanya, Andi lalu meminta gayus untuk
mencarikan tanah dua hektar guna membangun ruko di kawasan Jakarta Utara.
Biaya
yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi,
dikatakan Cirus baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan
uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri
Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni
2008 sebesar US$ 900.000 US dolar, kemudian 15 September 2008 sebesar US$
650.000, 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, lalu pada 10 November 2008
sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada 16
Februari 2009 sebesar US$ 300.000.
“Andi
menyerahkan uang karena dia percaya dengan Gayus. Sementara untuk money
laundringnya, dikatakan Cirrus itu hanya tetap menjadi dugaan sebab Pusat
pelaporan analisis dan transaksi keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat
membuktikan uang senilai Rp 25 milliar itu merupakan uang hasil kejahatan
pencucian uang (money laundring). PPATK sendiri telah dihadirkan dalam kasus
itu sebagai saksi. Dalam proses perkara itu, PPATK tidak bisa membuktikan
transfer rekening yang yang diduga tindak pidana.
Dari
perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga adanya aliran
dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik Gayus. Uang itu
diketahui berasal dari dua transaksi dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega
Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di
bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 1 September 2007
sebesar Rp 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp 200 juta.
Setelah diteliti
dan disidik, uang itu diketahui bukan merupakan korupsi dan money laundring
juga. “Bukan korupsi, bukan money laundering, tapi penggelapan pajak murni. Itu
uang untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Tapi
setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak tahu berada di mana. Tapi
uang masuk ke rekening Gayus. Tapi ternyata dia nggak urus (pajaknya). Uang itu
tidak digunakan dan dikembalikan, jadi hanya diam di rekening Gayus.
Berkas
P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan kemudian menyita uang senilai Rp
370 juta itu. Dalam petunjuknya itu, jaksa peneliti juga meminta penyidik Polri
menguraikan di berkas acara pemeriksaan (BAP) keterangan itu beserta keterangan
tersangka (Gayus T Tambunan).
Dugaan
penggelapan yang dilakukan Gayus itu, diungkapkan Cirrus terpisah dan berbeda
dasar penanganannya dengan penanganan kasus money laundring, penggelapan dan
korupsi senilai Rp 25 milliar yang semula dituduhkan kepada Gayus. Cirrus dan
jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal Rp 25 milliar lainnya dari transaksi
Roberto Santonius, yang merupakan seorang konsultan pajak. Kejaksaan pun tak
menyinggung apakah mereka pernah memerintahkan penyidik Polri untuk memblokir
dan menyita uang dari Roberto ke rekening Gayus senilai Rp 25 juta itu.
Sebelumnya,
penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan
jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan penyidik
untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun
tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius
dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi yang berasal dari Roberto, yang diketahui
sebagai konsultan pajak bernilai Rp 25 juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra
Termindo senilai Rp 370 juta. Transaksi itu terjadi pada 18 Maret, 16 Juni, dan
14 Agustus 2009.
Uang
senilai Rp 395 juta itu disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus
itu. Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya
transaksi mencurigakan pada rekening Gayus T Tambunan. PPATK pun meminta Polri
menelusurinya.
Kembali ke
kasus, berkas Gayus pun dilimpahkan ke pengadilan. “Jaksa lalu mengajukan
tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun,”. Dari pemeriksaan atas pegawai
Direktorat Jenderal Pajak itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada
"guyuran" sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim
masing-masing Rp 5 miliar.
Diduga
gara-gara itulah Gayus terbebas dari hukuman. Dalam sidang di Pengadilan Negeri
Tangerang, 12 Maret lalu, Gayus, yang hanya dituntut satu tahun percobaan,
dijatuhi vonis bebas. "Mengalirnya (uang) belum kelihatan ke aparat negara
atau ke penegak hukum," kata Yunus.
Namun,
anehnya penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini
telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju kepersidangan Pengadilan Negeri
Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas. “Di Pengadilan Negeri Tangerang,
Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
penggelapan. Tapi kami akan ajukan kasasi,” tandas Cirrus. Sosok Gayus dinilai
amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam kasus dugaan makelar kasus
serta dugaan adanya mafia pajak di Ditjen Pajak. Belum diketahui apakah Gayus
melarikan diri lantaran takut atau ada tangan-tangan pihak tertentu yang
membantunya untuk kabur supaya kasus yang membelitnya tidak terbongkar sampai
ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum meyakini kasus Gayus HP Tambunan
bukan hanya soal pidana pengelapan melainkan ada juga pidana korupsi dan
pencucian uang. Gayus diketahui kini berada di Singapura. Dia meninggalkan
Indonesia pada Rabu 24 Maret 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia
pernah memberikan keterangan kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan
melibatkan sekurangnya 10 rekannya.
Imigrasi
Belum Endus Posisi Gayus, Gayus Tambunan hengkang ke Singapura pada Rabu 24
Maret. Namun posisi pastinya saat ini belum terendus. Satgas Pemberantasan
Mafia Hukum mengatakan kasus markus pajak dengan aktor utama Gayus Tambunan
melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim. Satgas menjamin
oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh masing-masing institusinya,
koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut terus dilakukan bersama Satgas.
Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji akan melakukan proses internal.Kasus ini
merupakan sindikasi (jaringan) antar berbagai lembaga terkait.
Perkembangan
selanjutnya kasus ini melibatkan susno duadji, Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen
Raja Erisman. setelah 3 kali menjalani pemeriksaan, Susno menolak diperiksa
Propam. Sebabnya, dasar aturan pemeriksaan sesuai dengan Pasal 45, 46, 47, dan
48 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal
25 Perpres No I Tahun 2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan, harus diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM.
Komisi III DPR Siap Beri Perlindungan Hukum untuk Susno.
Pada
tanggal 30 Maret 2010, Polisi telah berhasil mendeteksi posisi keberadaan Gayus
di negara Singapura dan kini tinggal menunggu koordinasi dengan pihak
pemerintah Singapura untuk memulangkan Gayus ke Indonesia. Polri mengaku tidak
akan seenaknya melakukan tindakan terhadap Gayus meski yang bersangkutan telah
diketahui keberadaannya di Singapura.
Pada
tanggal 31 Maret 2010, tim penyidik Divisi Propam Polri memeriksa tiga orang
sekaligus. Selain Gayus Tambunan dan Brigjen Edmond Ilyas, ternyata Brigjen
Raja Erisman juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim berbeda.
Tim pertama memeriksa berkas lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua
memeriksa adanya keterlibatan anggota polri dalam pelanggaran kode etik
profesi, dan tim ketiga menyelidiki keberadaan dan tindak lanjut aliran dana
rekening Gayus.
Pada
tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus, seorang jenderal bintang tiga
di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus P Tambunan dan seseorang
bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang
melibatkan Gayus Tambunan, dari Rp24 milliar yang digelapkan Gayus, Rp11
milliar mengalir ke pejabat kepolisian, Rp5 milliar ke pejabat kejaksaan dan
Rp4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir ke para
pengacara..
Efek
berantai kasus Gayus juga menyentuh istana. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
meminta Satgas Anti Mafia Hukum untuk mengungkap kembali kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). SBY menduga dalam kasus tersebut terdapat
mafia hukum.
Sumber: www.republika.co.id
Review:
Pada
prinsipnya, dalam kasus ini banyak ketidak terbukaan yang dilakukan oleh pihak
Polri. Banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam kasus ini dikarenakan pihak
kepolisian yang menurut saya banyak yang menjadi oknum dalam kasus ini. Polri
menolak kasus Gayus diambil alih oleh KPK.
Padahal kepolisian terlihat tidak serius menangani kasus ini. Yang
terjadi justru kepolisian melokalisir kasus ini pada pada perwira menengah
saja, melindungi petinggi kepolisian
Selain
itu, Gayus sendiri juga tidak menjalankan prinsip kerahasiaan terhadap dokumen
Negara tetapi malah merahasiakan para pejabat yang tersangkut kedalam kasus
penggelapan pajak ini sehingga kasus ini tidak terbongkar sampai ke akarnya.
Akan ada banyak pihak yang terlibat dan menjadi tersangka jika kasus ini
dibongkar sampai ke akar.
Pendapat
saya mengenai kasus ini:
Sebagai
professional dalam menjalankan tugas sebagai pegawai pajak, seharusnya Gayus
bisa bertanggung jawab kepada semua masyarakat, memelihara kepercayaan
masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab dalam profesinya karena pajak
dibayarkan oleh masyarakat. Seharusnya ia bisa bertindak dalam pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalismenya.
Setiap
pekerja pajak seharusnya bisa konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat merusak profesi. Dalam kasus ini, profesi pegawai pajak
menjadi tercoreng nama baiknya karena opini masyarakat terhadap Dirjen Pajak
dan profesi pekerja pajak menjadi negatif.
Dalam
menjalankan tugasnya sebagai pekerja pajak, seharusnya Gayus bisa bertindak
sesuai dengan kehati-hatian dan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas
yang sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas, tidak subjektif
seperti yang sudah ia lakukan saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar